Ketika diare mendera atau
mewabah, seringkali lalat dituding sebagai carrier (pembawa bibit penyakit). Adz-dzubab
(lalat), makhluk Allah ta’ala yang menakjubkan itu begitu dihinakan dinistakan
bahkan ada yang menyeru dimusnahkan. Penghinaan terhadap lalat sudah lama
dilakukan sebagian manusia. Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala mengabadikan kisah
orang-orang musyrik dengan makhluk yang satu ini agar dijadikan sebagai
pelajaran bagi umat-Nya. Ditempatkannya lalat dalam Al-Qur’an tentunya bermakna
penting dan harus dikaji.
“Hai
manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya
segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor
lalat pun walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas
sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu.
Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”
(Al-Hajj : 73)
Hanya
dengan lalat, Allah menunjukkan betapa besar kekuasaanNya. Allah lah yang
menciptakan lalat dengan suatu maksud bagi manusia dan tak mampu ditandingi
penciptaannya dengan seluruh teknologi yang ada. Lalat yang dekat dengan
kotoran dan kuman namun tidak membuatnya menjadi makhluk berpenyakitan. Hanya
dengan seekor lalat ada yang kemudian disesatkannya dengan prasangka-prasangka
dan ada pula yang mendapat petunjuk karenanya.
Firman
Allah subhanahu wa ta’ala, “...Mereka berprasangaka yang tidak benar
terhadap Allah, seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata: apakah ada bagi
kita sesutau (hak campur tangan) dalam urusan ini, katakanlah: sungguh urusan
itu seluruhnya di tangan Allah...” (QS. Ali Imran, 154).
Untuk
itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “apabila seekor lalat
hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencelupkan ke
dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya
terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR. Imam
Bukhari)
Ibnu
Qoyyim menyebutkan bahwa hadits ini mengandung 2 hal, yaitu persoalan fiqih dan
kedua adalah persoalan ilmu kesehatan. Persoalan fiqih dalam hadits merupakan dalil
yang jelas sekali bahwa apabila seekor lalat mati dalam air atau benda cair
sejenis, tidaklah menyebabkan air itu menjadi najis dan itu adalah pendapat
mayoritas ulama.
Sementara
pengertian ilmu kesehatan dalam hadits di atas dijelaskan oleh Abu Ubaid, “Arti
menenggelamkan lalat di sini adalah membenamkan lalat tersebut agar keluar
penawar yang terkandung di tubuhnya setelah mengeluarkan penyakit.”
Terkait
ayat tentang lalat Harun Yahya melukiskan bahwa cara lalat mencerna makanan
tidak seperti organisme hidup lain. Lalat tidak mencerna makanan di dalam
mulut, tetapi di luar tubuh mereka. Lalat menuangkan cairan khusus ke atas
makanannya dengan belalai (probosis), mengubah kekentalan makanan tersebut agar
sesuai untuk diserap. Kemudian, lalat menyerap makanan tersebut dengan pompa
penyerap di kerongkongannya. Maka apakah manusia tidak berfikir ketika lalat
hinggap pada makanan lalu makanan itu dimakan lalat, apakah manusia berkuasa
untuk merebut makanan itu kembali sementara ia sudah menjadi bentuk yang lain? Bahkan
lalat tidak akan menghinggapi makanan yang mengandung bahan-bahan kimia beracun
dan mematikan seperti formalin. Pasalnya lalat memiliki alat “penguji mutu”
makanan yang canggih.
Hasil
penelitian membuktikan bahwasannya seekor lalat memproduksi sejenis enzim yang
sangat kecil berukuran sekitar 20-25 milimikron yang dinamakan bakteri yofaj,
yakni tempat tumbuhnya bakteri pembunuh. Namun, di tempat ini pula tumbuh
bakteri penyembuhnya.
Prof. Dr. Abdul Majid
Az-Zindani mengungkapkan ada pihak yang gagal mematikan virus pada sayap kiri
secara konvensional. Namun ketika mereka memasukkan sayap kanan lalat secara
otomatis seluruh virus apapun yang dibawa oleh sayap kiri lalat ternyata musnah
dan mati akibat obat yang terdapat pada sayap kanan. Ilmuwan lain, Prof. DR.
Amin Ridha, Dosen Penyakit Tulang di Jurusan Kedokteran Universitas
Iskandariyah menyimpulkan bahwa tidak benar jika kuman yang dibawa lalat berbahaya
dan menyebabkan berbagai penyakit. Tidak benar juga jika banyaknya kuman yang
dibawa oleh lalat cukup untuk menimbulkan penyakit bagi orang yang menelan
kuman itu. Bukankah kita seharusnya menyalahkan diri kita yang tidak menjaga
kebersihan sehingga diare pun menerpa? Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar