Senin, 06 Oktober 2014

DIARE, LALAT DIFITNAH?



Ketika diare mendera atau mewabah, seringkali lalat dituding sebagai carrier (pembawa bibit penyakit). Adz-dzubab (lalat), makhluk Allah ta’ala yang menakjubkan itu begitu dihinakan dinistakan bahkan ada yang menyeru dimusnahkan. Penghinaan terhadap lalat sudah lama dilakukan sebagian manusia. Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala mengabadikan kisah orang-orang musyrik dengan makhluk yang satu ini agar dijadikan sebagai pelajaran bagi umat-Nya. Ditempatkannya lalat dalam Al-Qur’an tentunya bermakna penting dan harus dikaji.

            Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (Al-Hajj : 73)

            Hanya dengan lalat, Allah menunjukkan betapa besar kekuasaanNya. Allah lah yang menciptakan lalat dengan suatu maksud bagi manusia dan tak mampu ditandingi penciptaannya dengan seluruh teknologi yang ada. Lalat yang dekat dengan kotoran dan kuman namun tidak membuatnya menjadi makhluk berpenyakitan. Hanya dengan seekor lalat ada yang kemudian disesatkannya dengan prasangka-prasangka dan ada pula yang mendapat petunjuk karenanya.

            Firman Allah subhanahu wa ta’ala, “...Mereka berprasangaka yang tidak benar terhadap Allah, seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata: apakah ada bagi kita sesutau (hak campur tangan) dalam urusan ini, katakanlah: sungguh urusan itu seluruhnya di tangan Allah...” (QS. Ali Imran, 154).

            Untuk itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencelupkan ke dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR. Imam Bukhari)

            Ibnu Qoyyim menyebutkan bahwa hadits ini mengandung 2 hal, yaitu persoalan fiqih dan kedua adalah persoalan ilmu kesehatan. Persoalan fiqih dalam hadits merupakan dalil yang jelas sekali bahwa apabila seekor lalat mati dalam air atau benda cair sejenis, tidaklah menyebabkan air itu menjadi najis dan itu adalah pendapat mayoritas ulama.

            Sementara pengertian ilmu kesehatan dalam hadits di atas dijelaskan oleh Abu Ubaid, “Arti menenggelamkan lalat di sini adalah membenamkan lalat tersebut agar keluar penawar yang terkandung di tubuhnya setelah mengeluarkan penyakit.”

            Terkait ayat tentang lalat Harun Yahya melukiskan bahwa cara lalat mencerna makanan tidak seperti organisme hidup lain. Lalat tidak mencerna makanan di dalam mulut, tetapi di luar tubuh mereka. Lalat menuangkan cairan khusus ke atas makanannya dengan belalai (probosis), mengubah kekentalan makanan tersebut agar sesuai untuk diserap. Kemudian, lalat menyerap makanan tersebut dengan pompa penyerap di kerongkongannya. Maka apakah manusia tidak berfikir ketika lalat hinggap pada makanan lalu makanan itu dimakan lalat, apakah manusia berkuasa untuk merebut makanan itu kembali sementara ia sudah menjadi bentuk yang lain? Bahkan lalat tidak akan menghinggapi makanan yang mengandung bahan-bahan kimia beracun dan mematikan seperti formalin. Pasalnya lalat memiliki alat “penguji mutu” makanan yang canggih.
            Hasil penelitian membuktikan bahwasannya seekor lalat memproduksi sejenis enzim yang sangat kecil berukuran sekitar 20-25 milimikron yang dinamakan bakteri yofaj, yakni tempat tumbuhnya bakteri pembunuh. Namun, di tempat ini pula tumbuh bakteri penyembuhnya.
Prof. Dr. Abdul Majid Az-Zindani mengungkapkan ada pihak yang gagal mematikan virus pada sayap kiri secara konvensional. Namun ketika mereka memasukkan sayap kanan lalat secara otomatis seluruh virus apapun yang dibawa oleh sayap kiri lalat ternyata musnah dan mati akibat obat yang terdapat pada sayap kanan. Ilmuwan lain, Prof. DR. Amin Ridha, Dosen Penyakit Tulang di Jurusan Kedokteran Universitas Iskandariyah menyimpulkan bahwa tidak benar jika kuman yang dibawa lalat berbahaya dan menyebabkan berbagai penyakit. Tidak benar juga jika banyaknya kuman yang dibawa oleh lalat cukup untuk menimbulkan penyakit bagi orang yang menelan kuman itu. Bukankah kita seharusnya menyalahkan diri kita yang tidak menjaga kebersihan sehingga diare pun menerpa? Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar